Jika anda sebagai kader NU sejati, yang berproses mulai dari masa sulit ( zaman Orde baru ) di mana posisi NU terpinggirkan oleh sebuah kekuatan politik yang otoritarian, pasti akan merasakan begitu indahnya sebagai warga NU atau kader NU ketika NU berada di kekuasaan. Pada saat NU dipinggirkan semua kader NU menjalani proses kaderisasi dengan penuh kesabaran karena memang tidak punya apa apa, para pengurus dan kyai hidup dalam kesederhanaan karena memang dibatasi oleh penguasa. 

Namun kondisi terbatas  dan dibawah tekanan tersebut melahirkan kader yang militan dan memiliki dedikasi yang tinggi kepada organisasi. Para masyayih dan Kyai menjadi tumpuan setiap problematikan yang terjadi di masyarakat. Kyai dan masyayih memiliki karomah dan ditakuti oleh hampir seluruh warga dan kader NU. 

Para kyai dan pengurus NU agendanya mengurus umat dengan pengajian, istighosah atau mengajar di pesantren. Gerakan sosial keagamaan tetap dalam pantauan aparat karena khittoh NU dianggap sebuah kebijakan yang tetap memiliki nuansa politis dalam prakteknya. Maka tekanan pada kader militan NU tetap terjadi walau kadang menggunakan alibi kader tersebut masuk sebagai anggota atau masuk pengurus PPP. 

Sebelum reformasi, kaderisasi NU dan pembangunan civil society terus dikembangkan dengan maksimal sehingga banyak kader NU yang dilatih secara khusus sehingga menjadi penggerak pemberdayaan masyarakat sipil. Gerakan pemberdayaan masyarakat sipil tersebut di komandani oleh Gus Dur. Gus Dur adalah simbul perjuangan keberdayaan masyarakat sipil dan pembangunan demokrasi di Indonesia. Sebelum adanya politik praktis, ber NU penuh kedamaian, kebersamaan dan jauh dari intrik politik atau aksi dukung mendukung yang akhirnya merenggangkan hubungan antar kader, warga atau pengurus.

Potret Ber NU yang Indah Zaman Dulu

  1. Masyayih dan kyai memiliki karomah yang selalu menjadi tumpuan, tauladan dan seseorang yang ditakuti karena ilmu dan tirakatnya. Maka bersama kyai dan masyayih warga NU merasa terayomi dengan penuh kebahagiaan dan ketentraman. Kyai dan masyayih menjadi simbol  kerukunan, kebersamaan dan 
  2. Masyayih dan Kyai mendapatkan penghiormatan yang luar biasa, ketika panen  atau ketika mendapatkan Rizqi, warga NU memberikan zakat atau apa yang di hasil untuk Kyainya, karena tugas beliau berjuang, sementara santrinya membantu perjuangan kyai
  3. Menjadi pengurus tidak rebutan dan hidup dalam kerukunan. Saling membangu dan menguatkan dengan solidaritas maksimal. Bahkan antar orang tua kader atau pengurus memiliki hubungan baik, karena mereka sama sama teman diorganisasi
  4. Menyadari dengan sepenuh di NU itu memperbaiki diri, sehingga ketaatan kada kyai dan masyayih sangat luar biasa
  5. Lahir kader kader yang beretika dan memiliki hati nurani sebagai pejuang. Dengan ilmunya dia mengabdi dengan keahliannya semua untuk kebesaran organisasi
  6. Pengurus NU tidak pernah berfikir mendapatkan apa apa, justru beberapa kader NU yang Aghniyak dengan harta yang dimiliki ikhlas untuk berjuang di NU
  7. Memiliki kesadaran hati Nderek mbah Hasyim melanjutkan memperjuangkan agama Allah dengan suka dan duka dijalani dengan ikhlas 
  8. Kokohnya solidaritas antar kader, saling membantu dan saling bersilaturahmi hanya ingin memgetahui rumahnya sambil membahas perjuangan
  9. Antusias pengajian tanbihul ghofilin keliling  masing masing MWC dengan penuh semangat sehingga silaturrohim dan kekompakan warga NU begitu nampak 
  10. Pemilihan pengurus NU berjalan kondusif dan masing masing sadar atas kondisi, kemampuan dan ikroman Wa ta’dziman pada kyai dan masyayih
  11. Urusan politik tidak menjadi perbincangan penting namun pemahaman berpolitik selalu di asah 
  12. Tidak ada politik uang dalam setiap konferensi NU atau Banom, yang jadi adalah mereka yang kayak karen ilmu dan ghirroh perjuangannya 
  13. Kader NU tidak tamak ingin mendapatkan imbalan ketika melalukan sesuatu umat 
  14. Wajah wajah sederhana, ikhlas, tawaduk dan semangat berjuang selalu ada dalam diri kader NU zaman dulu

Dunia sudah berubah, namun qonun asasi NU ( Peraturan Dasar NU tetap, Mabadik Khoirol umah tetap, fikroh Nahdliyah tetap) artinya dasar perjuangan dan kerangka berfikir NU secara fundamental masih tetap   Baik dan terjaga. 

Masalahnya adalah Pengurus, Kader dan Warga NU Secara Personal yang memainkan pedoman ber NU yang benar dirubah dengan sesuatu yang bertentangan dengan Nilai Dasar Perjuangan NU yang benar. 

Sehingga Kader dan Pengurus NU di Negeri  Antah-Berantah  memiliki sikap dan sifat  : 

  1. Ber NU untuk mencari penghidupan 
  2. Ber NU untuk mendapatkan kekuasaan 
  3. Ber NU untuk mencari uang karena malas bekerja 
  4. Ber NU ingin jadi pengurus untuk mendapatkan keuntungan  pribadi 
  5. Ber NU untuk menguasai organisasi dan merasa wah, jika tidak sejalan secara politik dianggap musuh 
  6. Ber NU menjual organisasi untuk kepentingan pribadi 
  7. Ber NU mendapatkan fasilitas dari organisasi 
  8. Ber NU merebut jabatan pengurus dengan menghalalkan segala cara
  9. Dan masih banyak lagi yang lainnya !!

Allahu yarham para pendiri NU, mbah Hasyim, mbah Wahab dan mbah Bisri akan selalu berbahagia di alam sana, karena ajaran dan pemikirannya tidak pernah lapuk di makan waktu. Pada saatnya akan hadir para pejuang NU hebat yang akan meneruskan perjuangan NU dengan benar.

Anda semua yang sekarang lagi memainkan NU untuk kepentingan pribadi dan politik suatu saat akan berhenti sendiri karena tutup usia. Yang jelas pesta pasti berakhir. 

Berbahagialah anda yang istiqomah ber NU dengan benar, sehingga akan terhindar dari  fitnah dunia dan akherat. Kepada semua Muassis NU semoga selalu mendapatkan tempat terbaik Di sisi Allah SWT. Amin 

Sebuah refleksi pada Hari Santri 2024, biasa saja dalam menyikapi dan tidak perlu Baper, bagi yang merasa untuk segera bertobat biar hidupmu tidak tersesat !!! 

Penulis 

HM. BASORI, M.Si 

Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy

Komentar

    Belum ada komentar

Tinggalkan komentar