Kiai adalah gelar kehormatan untuk ulama atau tokoh agama yang dihormati karena ilmu, amal, dan akhlaknya, terutama di lingkungan pondok pesantren. 

Masyayikh adalah bentuk jamak dari syaikh (guru agung) yang mengacu pada para guru besar atau pemimpin spiritual yang dihormati karena usia, kematangan ilmu, dan silsilahnya. 

Kyai adalah Sosok teladan bagi santri dan masyarakat, memiliki akhlak mulia seperti rasa takut kepada Allah, kerendahan hati, dan keikhlasan dalam mengajar.

Kyai adalah Tokoh sentral dalam pondok pesantren, yang kemajuan atau kemunduran pesantrennya sangat bergantung pada wibawa dan kepribadiannya. 

Kiai adalah istilah tunggal yang merujuk pada satu tokoh, sementara masyayikh adalah istilah jamak untuk menyebut banyak tokoh.

 Dalam konteks kepengurusan pesantren, "Dewan Masyayikh" adalah lembaga penjamin mutu yang tugasnya diatur dalam undang-undang, dan biasanya dipimpin oleh seorang kiai

Kyai dan masyayih dalam kontek pembangunan mental dan agama di masyarakat tidak bisa dipungkiri. Begitu besar peran kyai dalam urusan moral dan agama sehingga terwujud sebuah perilaku hidup yang berpegang pada perintah Allah SWT.

Tanpa bimbingan dari kyai dan masyayikh yang kompeten, seseorang bisa lebih rentan terhadap pemahaman agama yang keliru atau bahkan ekstrem, apalagi jika terpengaruh oleh sumber informasi yang tidak kredibel.

Ada beberapa orang yang tidak menyukai kyai dan masyayikh karena dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketidaksetujuan dengan pandangan, gaya kepemimpinan, atau pengalaman pribadi yang negatif. 

Ada kalanya seseorang tidak menyukai ulama yang dianggap "ulama suu'" (ulama duniawi) yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kekuasaan daripada agama.

Terlepas dari ketidaksetujuan pribadi terhadap sosok kyai atau masyayikh tertentu, sebaiknya tetap menjaga etika dan menghormati peran mereka sebagai pendidik agama dan pejuang agama Allah.

Ketidakpuasan terhadap kyai dan masyayikh tertentu tidak boleh menjadi alasan untuk meninggalkan kajian/belajar agama. Sehebat apapun kita dalam urusan dunia, kyai dan masyayih lah yang bisa membimbing kita untuk menuju pada kahidupan Islami, sebagai jalan menuju surga.

Cara mencintai  Kyai dan Masyayih adalah dengan meneladani akhlak mereka, mematuhi nasihat mereka, menghormati mereka melalui adab seperti menunduk dan tidak menyela pembicaraan, serta mendoakan mereka agar senantiasa dalam kebaikan. 

Menjaga hubungan baik dan selalu berusaha mencontoh perilaku terpuji mereka merupakan wujud kecintaan dan penghormatan yang mendalam. 

Menghormati dzurriyah (keturunan) kyai atau Masyayih memiliki manfaat berupa pahala dari Allah dan Rasul-Nya, sebagai bentuk penghormatan dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. 

Manfaat lainnjuga mencakup kesempatan untuk mendapatkan keberkahan dan menjadi bagian dari teladan, meskipun tetap dilarang berlebihan atau mengabaikan kesalahan. 

Jika dzurriyah melakukan kesalahan atau perilaku yang tidak baik, umat Islam wajib memberikan nasihat dengan cara yang baik dan hormat, demi kebaikan mereka sendiri dan untuk mengingatkan mereka agar meneladani para pendahulu mereka yang saleh.

Syaikh Burhanuddin dalam kitab Ta’lim Muta’allim berkata bahwa termasuk arti menghormati guru atau kiai, yaitu menghormati putera dan semua orang yang bersangkut paut dengannya.

Dalam kitabnya itu, Syaikh Burhanuiddin pernah bercerita bahwa ada seorang imam besar di Bukhara, pada suatu ketika sedang asyiknya di tengah majlis belajar ia sering berdiri lalu duduk kembali. 

Setelah ditanyai kenapa demikian, lalu jawabnya, “Ada seorang putra guruku yang sedang main-main di halaman rumah dengan teman-temannya, bila saya melihatnya sayapun berdiri demi menghormati guruku.”

Begitu mulia dan pentingnya menghormati kyai dan Masyayih, maka jangan pernah dalam hidup kita lepas dari rasa mencintai kyai dan Masyayih, agar hati kita selalu dituntun oleh ke ngaliman dan kedekatan beliau kepada Allah SWT.

Semoga bermanfaat !! 

Penulis 

HM. BASORI, M.Si 

  • Dewan Pembina Instruktur PW Ansor Jatim 
  • Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy





Komentar

    Belum ada komentar

Tinggalkan komentar