Demonstrasi menuntut pembubaran DPR-RI membuat banyak orang bertanya bahkan mikir berat, apa sebenarnya yang di dapat oleh seorang anggota DPR-RI dari Negara.
Rumor yang berkembang anggota DPR-RI dan realita yang ada memang anggota DPR-RI memiliki gaji, tunjangan dan fasilitas yang sangat fantastis. Begitu fantastisnya banyak anggota DPRD kabupaten maupun DPRD Provinsi yang iri.
Mereka iri karena anggota DPRD yang dekat dengan konstituen dan selalu dimintai bantuan ini dan itu, sementara anggota DPR-RI jarang ke dapil, kalau ke Dapil malas menemui kader dan pemilihnya.
Untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat berikut ini gambaran fasilitas gaji, tunjangan dan proyeksi pendapatan lain yang mereka terima.
Tunjangan DPR per bulan diatur Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015.
Kemudian, anggota DPR juga menerima tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan ( yang akhirnya batal )
Berikut rinciannya:
1. Tunjangan kehormatan
- Ketua badan atau komisi Rp6.690.000
- Wakil ketua badan atau komisi Rp6.450.000
- Anggota Rp5.580.000
2. Tunjangan komunikasi intensif
- Ketua badan atau komisi Rp16.468.000
- Wakil ketua badan atau komisi Rp16.009.000
- Anggota Rp15.554.000
3. Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran
- Ketua badan atau komisi Rp5.250.000
- Wakil ketua badan atau komisi Rp4.500.000
- Anggota Rp3.750.000
4. Tunjangan istri/suami Rp420.000
5. Tunjangan anak Rp168.000
6. Tunjangan jabatan Rp9.700.000
7. Tunjangan beras Rp30.090/jiwa
8. Tunjangan PPh pasal 21 Rp 2.699.813
9. Bantuan langganan listrik dan telepon 7.700.000
10. Tunjangan uang sidang/paket Rp2.000.000
12. Tunjangan rumah Rp50.000.000 ( dibatalkan )
Semua gaji dan tunjangan tersebut menjadikan kita tahu, begitu mewahnya wakil rakyat kita. Itu belum kegiatan lain yang juga menggunakan anggaran yang besar antara lain :
Dari semua fasilitas tersebut ada satu hal yang berbeda dalam pelaksanaan anggarannya dengan pejabat bahkan anggota DPRD yaitu “ DIBERIKAN SECARA LUMPSUM” ( pembayaran sejumlah uang sekaligus (dalam satu transaksi atau pembayaran tunggal) untuk seluruh biaya suatu pekerjaan, jasa, atau barang, dan bukan dengan cara diangsur atau dicicil )
Pembayaran model lumpsum sangat berpotensi untuk dimanipulasi karena kinerja output, outcome dan benefitnya tidak akurat. SPJ hanya melampirkan dokumentasi foto yang kadang anggota bisa meminta staf untuk mencarikan foto.
Dalam beberapa kasus pembayaran model lumpsum membuat pelaksana anggaran merasa merdeka karena tidak ada tuntutan laporan yang rinci, bahkan anggota DPR-RI masih bisa memainkan dengan melaksanakan kegiatan fiktif dengan menggabungkan beberapa kegiatan menjadi satu.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tercatat tiga kali memberi peringatan sehubungan pengelolaan dana reses, dari 2019 sampai 2023. Pada 2019, BPK menemukan hampir 1 trilyun uang perjalanan dinas dan reses anggota DPR-RI tanpa pertanggungjawaban.
Di tahun 2020 BPK kembali mendapatkan dana reses yang tidak ada pertanggungjawabannya sebesar 1.3 Trilyun. Sebuah potret buruk akuntabilitas keuangan para anggota DPR-RI, maka kepada masyarakat kedepan harus memberikan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan anggota DPR-RI agar uang rakyat tidak menguap.
BPK juga menyampaikan jika pemberian uang kegiatan yang realisasinya sekali kirim pertanggungjawabannya kurang akuntable.
Sesuai dengan UU 17 Tahun 2003, serupiahpun uang negara yang dibelanjakan rakyat wajib tau dan harus bisa dipertanggungjawabkan dengan akuntable. Dalam hal pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara seluruh instansi harus patuh dan taat dengan peraturan perundang undangan
Maka ke depan kita semua harus memberikan pengawasan terhadap kinerja anggota DPR-RI agar manipulasi laporan dan kegiatan fiktif bisa kita ketahui, untuk menjaga kelambatan uang rakyat yang dibayar melalui pajak dan retribusi.
Semoga bermanfaat !!
HM Basori M.Si
Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, and Advocasy
Belum ada komentar