Hakikat kinerja ASN adalah perwujudan dari tanggung jawab profesional dan moral seorang Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan publik dan pelaksana kebijakan pemerintah. 

Kinerja ini diukur berdasarkan hasil kerja yang dicapai secara objektif, terukur, dan sesuai dengan target yang ditetapkan, serta mencakup perilaku kerja yang mencerminkan integritas, akuntabilitas, dan profesionalisme. 

Alat utama untuk mengukur kinerja ASN adalah Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan seperti Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023. 

Selain SKP, alat ukur lainnya yang digunakan adalah Indeks Profesionalitas ASN(yang mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan kedisiplinan) dan Indikator Kinerja Utama (IKU)

Berbicara efisiensi anggaran pemerintah daerah tidak bisa lepas dari indikator kinerja ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Apa yang dilakukan Presiden Prabowo sebenarnya tidak ada yang salah. 

Di mana Presiden melihat terjadi pemborosan ( inefisiensi ) anggaran terjadi berpuluh puluh tahun yang membuat uang rakyat menguap begitu saja. Kondisi efisiensi di era Presiden Prabowo sebenarnya bukan tanpa alasan, salah satu problematika utama adalah kondisi APBN yang berat menanggung beban karena harus membayar utang luar negeri dan beberapa kebijakan fiskal yang menghadapi masalah karena pengaruh  politik dan ekonomi global. 

Presiden Prabowo berfikir rasional untuk memenuhi defisit APBN. Untuk menghindari meningkatnya utang luar negeri, lebih baik menekan belanja di kementrian maupun daerah yang dianggap tidak efisien dan terlalu boros. 

Kebijakan efisiensi dirasa masih lebih baik dari pada pemerintah melakukan WFH seperti yang dilakukan di beberapa kementrian dengan alasan efisiensi. Bahkan penggunaan AC dan listrik sudah dibatasi untuk menghemat anggaran listrik. 

Berikut ini beberapa jenis kegiatan yang diperintahkan untuk di efisienkan guna menghemat anggaran daerah antara lain : 

  1. Alat tulis kantor
  2. Kegiatan seremonial
  3. Rapat, seminar, dan acara sejenis
  4. Kajian dan analisis
  5. Pendidikan dan pelatihan (diklat), bimbingan teknis (bimtek)
  6. Honor kegiatan dan jasa profesi
  7. Percetakan dan souvenir
  8. Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan
  9. Lisensi aplikasi
  10. Jasa konsultan
  11. Bantuan pemerintah
  12. Pemeliharaan dan perawatan
  13. Perjalanan dinas
  14. Peralatan dan mesin
  15. Infrastruktur

Dari Semua jenis kegiatan tersebut diperintahkan untuk dilakukan efisiensi dengan harapan bisa menutup kebutuhan yang biasanya dianggarkan melalui dana tranfer dari pusat. 

Pemotongan dana tranfer bukan berarti pemerintah mengambil hak keuangan pemerintah daerah, tetapi  pemerintah  melihat masih banyak kegiatan pemerintah daerah yang bisa di efiensikan. 

Penggunaan dana tranfer mestinya dihitung secara serius jangan sampai ada uang yang tidak dieksekusi karena kegiatan tidak dilaksanakan. Kondisi itu sering terjadi di Puskesmas yang nilainya bisa milyaran. Ketika anggaran tidak terserap itu berarti lemah dalam perencanaan dan pelaksanaan. 

Fenomena yang akan terjadi di APBD 2026 adalah banyak ASN yang tidak ada kegiatan karena terjadi efiensi ekstrim alias anggaran sebuah kabid dipangkas habis. Sebelum anggaran di dok sama DPRD tim anggaran harus berfikir rasional, bagaimana kinerja ASN tetap didukung dengan anggaran sesuai tupoksinya.

Kondisikan fiskal dan pelaksanaan pembangunan yang semakin kecil mempengaruhi pendapatan masyarakat. Berkurangnya pendapatan masyarakat secara otomatis akan melemahkan daya beli masyarakat.

Maka seluruh pejabat juga harus belajar menghemat dengan mengurangi kegiatan yang tidak memiliki manfaat nyata bagi masyarakat. Habisnya ongkos politik sudah tidak bisa dijadikan alasan untuk menganggarkan kegiatan yang tidak bermanfaat langsung bagi rakyat. 

HM. Basori M.Si 

Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, and Advocasy

Komentar

    Belum ada komentar

Tinggalkan komentar