Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan objektif, tanpa membedakan latar belakang apa pun. 

Sistem ini bertujuan untuk menciptakan aparatur sipil negara (ASN) yang profesional, berintegritas, dan kompeten dengan memastikan penempatan, promosi, dan pengembangan karir didasarkan pada prestasi dan kemampuan, bukan faktor lain seperti politik atau koneksi. 

Dasar Penilaian dalam merit sistem adalah Kualifikasi (pendidikan dan pengalaman), kompetensi (kemampuan dan keterampilan), dan kinerja (prestasi kerja). Prinsip utama dalam merit sistem adalah Keadilan dan kesetaraan dalam pengelolaan ASN.

Tujuan Merit Sistem adalah Meningkatkan profesionalisme dan integritas ASN, Menempatkan ASN pada jabatan yang sesuai kompetensi, Memberikan penghargaan yang adil berdasarkan kinerja dan Meningkatkan motivasi dan pengembangan diri ASN.

Menurut UU 5 Tahun 2014, Merit sistem dilakukan  secara adil dan wajar tanpa diskriminasi latar belakang suku, agama, ras, jenis kelamin, usia, atau disabilitas. Mencakup seluruh proses manajemen ASN, mulai dari perencanaan, rekrutmen, promosi, pengembangan, hingga pensiun.

Modus Jual Beli Jabatan

Modus utama dalam praktik jual beli jabatan adalah melalui suap, gratifikasi, dan pemerasan. Praktik ini melibatkan transaksi ilegal di mana seseorang memberikan sejumlah uang atau imbalan lain kepada pejabat yang berwenang (seperti kepala daerah atau pimpinan instansi) untuk mendapatkan atau mempertahankan posisi/jabatan tertentu dalam pemerintahan. 

Berikut ini praktek dan modus dalam jual beli jabatan antara lain, antara lain :

  1. Pemberian Uang Tunai/Aset: Modus yang paling umum adalah penyerahan uang tunai dalam jumlah bervariasi (bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah per jabatan) secara langsung kepada pejabat yang berwenang atau melalui perantara/orang kepercayaan.
  2. Janji Pembagian Proyek: Terkadang, alih-alih uang tunai di muka, ada perjanjian bahwa pejabat yang menempati posisi baru tersebut akan "mengembalikan modal" dengan memberikan jatah proyek atau memuluskan perizinan tertentu di dinas atau unit kerja yang dipimpinnya.
  3. Sistem "Setoran": Pejabat yang telah menduduki jabatan melalui jalur tidak resmi ini kemudian memiliki kewajiban untuk memberikan setoran berkala atau bagian dari pendapatan ilegal yang diperoleh dari jabatannya (misalnya, dari pemotongan anggaran atau proyek).
  4. Manipulasi Proses Seleksi Terbuka (Lelang Jabatan): Meskipun ada mekanisme lelang jabatan resmi yang seharusnya transparan, praktiknya sering kali dimanipulasi. Pemenang lelang sudah ditentukan sejak awal berdasarkan kesepakatan transaksional, sementara proses formal hanya sekadar formalitas.
  5. Ancaman dan Pemerasan: Dalam beberapa kasus, pejabat yang sudah menjabat diancam akan diganti atau dimutasi jika tidak memberikan sejumlah uang atau imbalan tertentu kepada pimpinan atau pihak yang berkuasa.
  6. Peran Pihak Ketiga/Perantara: Transaksi seringkali tidak dilakukan secara langsung oleh pejabat pemberi dan penerima suap, melainkan melibatkan perantara (makelar jabatan) untuk mengaburkan jejak transaksi. 

Praktik ini merusak sistem merit dalam birokrasi, di mana kompetensi dan kinerja dikesampingkan demi pertimbangan finansial. Akibatnya, pejabat yang tidak kompeten dapat menduduki posisi penting, yang pada akhirnya merugikan pelayanan publik dan keuangan negara. 

Masalah Utama Dalam Penerapan Merit Sistem

Masalah utama dalam penerapan sistem merit di pemerintah daerah antara lain sebagai berikut : 

  1. Intervensi Politik dan Nepotisme: Praktik non-merit seperti kedekatan personal atau pertimbangan politis masih sering mempengaruhi keputusan manajemen ASN, terutama dalam promosi dan penempatan jabatan. Hal ini menggerus prinsip utama sistem merit yang mengutamakan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
  2. Resistensi Internal Pegawai: Banyak pegawai yang telah berada di "zona nyaman" dengan sistem lama cenderung menolak perubahan, rotasi, atau evaluasi kinerja berbasis merit. Perubahan dianggap sebagai ancaman terhadap posisi atau kenyamanan mereka.
  3. Keterbatasan Anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM): Pelaksanaan uji kompetensi, pelatihan, dan pengembangan SDM membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Keterbatasan anggaran daerah sering menjadi kendala, di samping kurangnya tenaga fungsional asesor yang kompeten untuk melakukan penilaian objektif.
  4. Kurangnya Transparansi dan Objektivitas: Meskipun sistem merit mengamanatkan proses yang adil dan terbuka, dalam praktiknya, proses rekrutmen, promosi, dan manajemen kinerja terkadang masih belum sepenuhnya transparan, membuka celah bagi praktik non-merit.
  5. Ketidaksesuaian Kualifikasi dan Kompetensi: Masih ditemukan kasus penempatan pegawai pada posisi yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan atau kompetensi mereka, yang berdampak negatif pada kinerja dan efektivitas organisasi.
  6. Kesenjangan Pemahaman: Belum semua pemangku kepentingan, termasuk pejabat dan pegawai, memiliki pemahaman yang sama dan mendalam akan pentingnya sistem merit untuk profesionalisme birokrasi dan pelayanan publik.
  7. Kurangnya Pengawasan yang Optimal: Meskipun ada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai pengawas, pengawasan yang efektif dan penindakan terhadap pelanggaran di tingkat daerah masih perlu ditingkatkan. 

Masalah-masalah ini saling terkait dan menjadi tantangan signifikan dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang profesional, efisien, dan transparan berdasarkan sistem merit. 

Merit sistem sebagai sebuah tehnik penempatan pegawai dalam sebuah jabatan pemerintah daerah paling bagus dari sisi teori. Namun sistem tersebut dalam praktiknya tidak bisa dilaksanakan karena faktor Daftar Urutan Kedekatan dan Daftar Urutan Keuangan. 

Kita tidak tau sejak kapan dan siapa yang memulai,  birokrasi seperti pasar yang melakukan jual beli jabatan sehingga mempengaruhi semangat kerja dan kinerja ASN. Reward dan Punishman yang mesti sebagai sumber motivasi ASN untuk berkompetisi dalam mengabdi menjadi tidak berarti. 

Semoga masih ada orang baik yang mau berjuang dan mengabdi di negeri ini agar NKRI tetap eksis sepanjang masang. Sebuah catatan sederhana semoga bermanfaat

Penulis 

HM. BASORI, M.Si 

Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy



Komentar

    Belum ada komentar

Tinggalkan komentar